Berita

Anggota DPR Dukung Penguatan Sanksi Pelanggaran LHKPN

DIDIKMUKRIANTO.COM, Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan pihaknya mendukung revisi UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam rangka memperkuat sanksi terhadap pelanggaran atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Didik mengakui bahwa sanksi terhadap pejabat atau ASN yang melaporkan LHKPN tidak benar, belum tegas dan konkrit.

“Iya, pada prinsipnya demi good governance dan pencegahan korupsi, kita mendukung revisi undang-undang demi penguatan LHKPN,” ujar Didik di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Didik mengatakan, sanksi terhadap pelanggaran LHKPN belum diatur secara detail dalam Undang-Undang. Namun, kata dia, kewajiban untuk melaporkan LHKPN sudah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang. Untuk saat ini, kata dia, seharusnya internal lembaga atau kementerian memperkuat pengawasan terhadap disiplin pegawai termasuk melaporkan LHKPN secara benar dan valid.

“Memang secara utuh (sanksi) belum diatur dalam undang-undang, tetapi kewajiban ini sudah ada. Tetapi sanksi disiplin tentu mejadi bagian implikasi dari pengaturan dari LHKPN. Ini memang tergantung bagimana internal atau inspektorat lembaga-lembaga bekerja optimal dan makin mampu mendeteksi adanya potensi penyimpangan disiplin termasuk laporan LHKPN ini,” tandas Didik.

Selain itu, kata Didik, aparat penegak hukum termasuk KPK sebenarnya bisa proaktif menelusuri dugaan penyimpangan yang dilakukan pejabat negara melalui LHKPN yang dilaporkan kepada KPK. Jika terdapat dugaan harta yang diperoleh dengan cara tidak sah, tutur dia, aparat bisa mendalami lebih jauh lagi pejabat yang bersangkutan.

“Aparat penegak hukum akan dengan mudah mendeteksi potensi-potensi kejahatan atau kriminal oleh penyelenggara negara dengan melakukan satu klarifikasi LHKPN yang disetornya dan kedua, profiling seorang pejabat melalui media sosial atau teknologi informasi yang secara common sense dapat dilihat ini ada potensi atau tidak. Lalu dilakukan klarifikasi, jika ditemukan harta-harta yang disembunyikan atau kemudian tidak dilaporkan di dalam kewajiban pajak ini kan potensi tindak pidana perpajakan,” pungkas Didik.

Diketahui, UU 28/1999 hanya mengatur sanksi administratif bagi penyelenggara negara yang tidak melaporkan LHKPN. Sanksi administrasinya tergantung kepada jenis penyelenggara negara, apakah PNS, non PNS yakni pejabat BUMN, atau penyelenggara negara dari mekanisme politik seperti anggota DPR atau MPR.

Sanksi administrasi bagi penyelenggara negara berstatus PNS sudah diatur dalam PP No.94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lalu sanksi pegawai BUMN dan BUMD, diserahkan kepada lembaga yang bersangkutan untuk membuat aturan internal.

Sementara penyelenggara negara dari mekanisme politik belum jelas sanksi administrasi seperti apa yang dikenakan jika tidak melaporkan LHKPN. Selain itu, UU 28/1999 juga tidak mengatur sanksi bagi penyelenggara negara yang tidak jujur dalam melaporkan LHKPN.

Sumber : https://www.beritasatu.com/nasional/1033066/anggota-dpr-dukung-penguatan-sanksi-pelanggaran-lhkpn

Related Articles

Back to top button